Sabtu, 01 Juni 2013

Sultanah Safiatuddin (Seorang wanita)

 Sultanah Safiatuddin (Seorang wanita)

Safiatuddin dinobatkan sebagai Sultanah yang memimpin kerajaaan Aceh (1641-1675). Terjadi pertentangan di kalangan pembesar di Aceh dalam masa penobatannya. Hal ini disebabkan Sultan Iskandar Thani tidak memiliki putra dan pertentangan kelayakan seorang perempuan menjadi pemimpin dalam pandangan Islam. Setelah melalui musyawarah dan ikut campurnya ulama terkemuka yaitu Teungku Abdurrauf As Singkili (Syiah Kuala) yang menyarankan pemisahan antara masalah agama dengan pemerintahan. Akhirnya Safiatuddin Syah dinobatkan menjadi Sultanah wanita pertama.
Sultanah Safiatuddin memerintah selama sekitar hampir 35 tahun (1641-1675). Pemerintahan yang begitu lama tentulah dengan segala kebijaksanaan dan kemampuan yang dimiliki seorang wanita Aceh-Bugis. Sebaliknya selama pemerintahnya Sultanah terus menerus dirongrong oleh para tokoh kalangan istana yang tetap tidak setuju akan kepemimpinan seorang wanita. Pada masa kepemimpinan pemerintahan Sultanah Safiatuddin kehidupan kerajaan yang paling menonjol terlihat pada kemajuan di bidang ekonomi. Setelah Sultanah Safiatuddin mangkat, kepemimpinan jatuh lagi ke tangan wanita yaitu Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah (1675-1678).

Daeng Ruru dan Daeng Tulolo ( Louis Pierre Makassar dan Louis Dauphin Makassar)

 Daeng Ruru dan Daeng Tulolo ( Louis Pierre Makassar dan Louis Dauphin Makassar)

Dua pangeran yang merupakan keturunan dari kerajaan Gowa yakni Daeng Ruru, 15 tahun dan Daeng Tullolo, 16 tahun adalah dua pangeran yang selamat dalam pertempuran konflik Prancis dan pasukan Daeng Mangalle di Siam 1686. Keduanya dikirim oleh Perancis akhir November 1686 dan mendapat pelayanan khusus kerajaan. Mereka dididik dalam sekolah perwira angkatan laut Prancis setelah dibaptis dalam iman Kristen dan mendapat gelar kehormatan Louis tahun 1682, gelar ini setara dengan status raja-raja Prancis .
Daeng Ruru bergelar Louis Pierre Makassar adalah perwira yang sangat disegani dalam armada laut Prancis dan sering ditugaskan untuk membantu negara Eropa lainnya dalam peperangan. Pada tanggal 19 Mei 1708, Daeng Ruru tewas dan tidak diketahui riwayatnya. Sedang adiknya, Daeng Tulolo bergelar Louis Dauphin Makassar juga adalah seorang perwira. Dalam iman Kristen yang ditekuninya, ia sempat mendirikan ordo Satria yang disebut ‘Bintang’. Ordo itu diturunkan setelah tahu bahwa pendiri ordo adalah pangeran Makassar yang ternyata telah memeluk agama nenek moyangnya, Islam, dengan alasan poligami. Berpangkat Letnan muda pada usia 38 tahun dan bertugas di kapal India. Ketika ia meninggal di Bres 30 November 1736 pada usia 62 tahun, jazadnya dibawa ke gereja Carmes di kota itu untuk disemayamkan. Ia dikubur dalam gereja Louis de Brest dan jenazahnya hancur ketika terjadi pemboman saat perang dunia II.

I Mannindori Karaeng Galesong

 I Mannindori Karaeng Galesong
Terkenal dalam pengembaraannya bersama seorang Pangeran dari Madura bernama Trunojoyo. Dalam sebuah kemelut di kerajaan Banten, ia turut bergabung bersama Sultan Ageng Tirtayasa (Raja Banten) dan disaat Trunojoyo melakukan perlawanan di kerajaan Mataram terhadap Belanda pada tahun 1676-1679, Karaeng Galesong turut mendukungnya. Dalam beberapa kali pertempuran dengan kerajaan Belanda yang membantu Mataram, akhirnya pasukan Madura dan Makassar berhasil merebut Karta (Keraton Plered) ibukota Mataram pada 12 Juli 1676. Kemuduian I Mannindori Karaeng Galesong memindahkan ibukota itu ke Kediri.
Di Banten, Karaeng Galesong Kawin mawin secara turun temurun itu dan melahirkan keturunan seperti Dr.Wahidin Sudirohusodo,  Ir Wardoyo Daeng Majarre, Budiarjo Karaeng Naba, Dr.Ir Siswono Yudo Husodo, sampai ke Setiawan Jodi dan Budiarso (mantan kapolda sulsel).

Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.

 Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.

Syech Yusuf Tajul Khalwati (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah dengan nama Muhammad Yusuf. Nama ini diberikan oleh Sultan Alauddin, raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu Syekh Yusuf. Nama lengkapnya setelah dewasa adalah Tuanta’ Salama’ ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.
Dalam peperangan melawan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilangka pada bulan September 1684. Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan. Kembali ditangkap Belanda, ia diasingkan ke lokasi lain yang lebih jauh, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1693. Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah, dan memiliki banyak pengikut. Ketika ia wafat pada tanggal 23 Mei 1699, pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’.

Opu Daeng Cella

Opu Daeng Cella

Dari sembilan raja yang memerintah di Malaysia, ternyata pada umumnya merupakan keturunan Raja Bugis dari Kerajaaan Luwu, Sulawesi Selatan. Berdasarkan silsilah, kesembilan raja yang memiliki hak otoritas dalam mengatur pemerintahan di Malaysia, berasal dari komunitas Melayu-Bugis, Melayu-Johor dan Melayu-Minangkabau.
Sebagai contoh, pemangku Kerajaan Selangor saat ini adalah turunan dari Kerajaan Luwu, Sulsel. Merujuk Lontar versi Luwu, raja yang ke-26 dan ke-28 adalah Wetenrileleang berputrakan La Maddusila Karaeng Tanete, yang kemudian berputrikan Opu Wetenriborong Daeng Rilekke` yang kemudian bersuamikan Opu Daeng Kemboja. Dari hasil perkawinannya itu lahir lima orang putra, masing-masing Opu Daeng Parani, Opu Daeng Marewah, Opu Daeng Cella`, Opu Daeng Manambong dan Opu Daeng Kamase. Putra kerajaan inilah yang kemudian merantau ke Selangor dan menjadi cikal bakal keturunan raja-raja di Malaysia hingga saat ini.

Datuk Sri Mohd NajibTun Abdul Razak (Perdana Menteri Malaysia)

 Datuk Sri Mohd NajibTun Abdul Razak (Perdana Menteri Malaysia)

Datuk Sri Mohd NajibTun Abdul Razak merupakan keturunan langsung dari Karaeng Aji yang juga adalah keturunan langsung Raja Gowa Sultan Abdul Djalil. Ibunya Siti Aminah adalah putri Sultan Bima.
Dalam konflik persaingan tahta kerajaan Gowa, Karaeng Aji tidak mau rebut dan pergi merantau  meninggalkan Negeri Gowa pada tahun 1722 menuju Negeri Pahang. Di negeri Pahang, Karaeng Aji berhasil menjadi Syahbandar dan mendapat gelar Toh Tuan.
Setelah itu, Karaeng Aji kemudian menikahi salah seorang Putri di negeri Pahang dan memiliki banyak keturunan di sana. Beberapa cucu dan cicitnya di kemudian hari menjadi orang sukses dan nomor satu di Malaysia diantaranya : Datuk Sri Mohd NajibTun Abdul Razak (PM Malaysia sekarang/ Ke 6), Tun Abdul Razak (PM Malaysia ke 2) dan Dato Musa Hitam

Lamadukelleng

Lamadukelleng
LA MADDUKKELLENG adalah putera dari Arung (Raja) Peneki La Mataesdso To Ma’dettia dan We Tenriangka Arung (Raja) Singkang, saudara Arung Matowa Wajo La Salewangeng To Tenrirua (1713-1737). Karena itulah La Maddukkelleng sering disebut Arung Singkang dan Arung Peneki.
Dengan disertai pengikut-pengikutnya La Maddukkelleng melakukan perjalanan panjang menggunakan perahu layar menuju Johor (Malaysia). La Maddukkelleng diperkirakan merantau pada masa akhir pemerintahan Raja Bone La Patauk Matanna Tikka Nyilinna Walinonoe, yang merangkap sebagai Datu Soppeng dan Ranreng Tuwa Wajo, sekitar tahun 1714. La Maddukelleng memerintah selama sepuluh tahun sebagai Sultan Pasir di kerajaan Pasir, Kutai Kalimantan.
Pasukan La Maddukkelleng terkenal memiliki peralatan tempur dalam armada lautnya yang menggetarkan Belanda dan mampu menguasai perairan Sulawesi, Jawa sampai Brunei. Setelah pertempuran laut yang panjang, La Maddukkelleng kembali dan memangku jabatan Arung yang diwariskan ayahnya, La Maddukkelleng dijuluki “Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe” yang artinya tuan/orang yang memerdekakan tanah Wajo dan rakyatnya. Dalam pemerintahannya, tercatat berhasil menciptakan strategi pemerintahan yang cemerlang yang terus menerus melawan dominasi Belanda dan membebaskan Wajo dari penjajahan diktean Kerajaan Bone, juga keberhasilan memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Wajo