Sabtu, 01 Juni 2013

Karaeng Sangunglo

 Karaeng Sangunglo
Namanya Karaeng Sangunglo atau kadang ditulis Sanguanglo. Ia adalah keturunan bangsawan Gowa, Makassar. Dari catatan sejarah dan kesaksian seorang Inggris, Sanguanglo terkubur jauh di seberang Laut Sahilan. Ia tewas dalam mempertahankan Kerajaan Kandy di jantung Pulau Ceylon (Sri Lanka) dari aneksasi kolonialis Belanda dan Inggris.
Ayah Karaeng Sangunglo adalah Sultan Abdul Quddus (Sultan Gowa ke-25; 1742-1753) dan ibunya, Karaeng Ballasari, putri pasangan Sultan Bima, Alauddin Riayat Syah (1731-1748) dan Karaeng Tanasangka, putri Sultan Gowa ke-21, Sirajuddin Tumenanga (1711-1713).
Karaeng Sangunglo atau Sanguanglo hidup dalam tekanan penindasan kolonial VOC serta polemik keluarga bangsawan yang terbuang. Di tahun 1803 pasukan Inggris yang dipimpin Mayor Davie mencoba mencaplok Kerajaan Kandy dan mendapat perlawanan hebat. Dalam kecamuk perang tiga bersaudara bertemu di medan tempur. Kapten Nuruddin dan Kapten Saifuddin yang membela Inggris berhadapan dengan saudara sendiri, Karaeng Sangunglo, yang membela Kandy.
Karaeng Sangunglo, yang dikenang sebagai pahlawan (Melayu) di Ceylon, eksistensinya merupakan ‘tali sejarah’ yang dapat mempererat hubungan Indonesia dan Sri Lanka. Ironisnya, ia dilupakan di tanah airnya sendiri. Tak ada nama sebuah gang pun di negeri ini yang mengabadikan namanya, juga di Makassar, Sulawesi Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar